Ilustrasi/foto: republika edited |
"Barangsiapa yang berpisah dari dunia sedangkan dia ikhlas karena Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, menegakkan sholat, dan menunaikan zakat, dia berpisah dari Allah sedangkan Allah ridlo kepadanya." (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim, hadits shohih)
Ikhlas adalah hal utama dan mendasar bagi seorang muslim yang harus dimiliki. Ikhlas berarti memurnikan hati dalam keimanan kita kepada Allah SWT tanpa kita menyekutukan-Nya dengan apapun. Meyakini sepenuh hati bahwa Allah adalah Dzat Pencipta, Dzat Pemberi rejeki, Dzat yang Maha Melindungi, Dzat yang Maha Mengasihi, dan lain sebagainya.
Karena kita meyakini secara totalitas terhadap Allah dengan segala sifat-sifat-Nya yang tinggi itu maka kita tidak butuh lagi sekutu bagi-Nya atau pembanding bagi-Nya. Karena dengan Allah kita sudah cukup.
Kalau saja misalnya, sebagian orang menyembah Allah dengan keyakinan yang ada padanya lalu di lain waktu dirinya juga mempercayai kekuatan-kekuatan lain selain Allah, meminta kepada kuburan, meminta bantuan jin, interaksi dengan hal-hal mistis di mana semua itu adalah ranah Allah dalam bertindak tetapi manusia yang mencari sekutu dan pembanding Allah. Dengan demikian, dia tidak ikhlas dalam keimanannya. Tidak totalitas. Masih setengah-setengah; setengah percaya Allah, setengah lagi percaya kepada jin dan lain sebagainya.
Orang yang murni ikhlas mempercayai Allah betul-betul akan meyakini sepenuh hati, meskipun mata tidak mampu melihat Dzat-Nya dan telinga tidak ada daya untuk mendengar kalam-Nya. Namun, Allah SWT berinteraksi dengan manusia melalui hatinya. Orang yang ikhlas meyakini Allah tidak akan goyah imannya meski apapun yang terjadi, karena dia meyakini dia bersama dengan Allah.
Di hatinya hanya ada Allah. Dengan demikian, dia tidak akan sembarangan dalam bertindak karena selalu dalam pengawasan Allah, dalam sholatnya tidak pernah lalai dan selalu khusyuk, pendengarannya tidak digunakan untuk mendengar sembarangan yang melanggar aturan Allah karena Dia juga mendengar apa yang ia dengar. Demikian juga, tidak akan melihat sesuatu yang melanggar aturan Allah karena penglihatan Allah sedang bersamanya.
Itu ikhlas dalam beriman kepada Allah.
Selanjutnya, ikhlas atau memurnikan amal ibadah kita dari hal-hal yang merusak keikhlasan. Tidak hanya iman saja yang perlu ikhlas, tetapi amal ibadah.
Sebagian orang Islam beramal saleh tidak selalu ikhlas kepada Allah. Karena dalam amal tersebut tidak sedikit terjangkiti penyakit-penyakit perusak amal, yaitu riya', sum'ah dan tendensi dunia.
Riya' berarti memperlihatkan atau mempertontonkan amal ibadah kepada manusia dengan tujuan mendapatkan sanjungan, pujian dan kedudukan mata manusia. Demikian pula dengan sum'ah, yaitu memperdengarkan amal perbuatan baik kepada manusia untuk mendapatkan sanjungan. Padahal, prinsip daripada tujuan beribadah itu harus diperuntukkan Allah, harus diperlihatkan kepada Allah, harus ditujukan kepada Allah semata. Bukan kepada manusia.
Allah taala berfirman:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. al-Bayyinah[98]: ayat 5)
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."(QS. adz-Dzariyat[51]: ayat 56)
Ibadah yang ditegakkan dengan tujuan semata-mata mengharap ridlo Allah maka Allah pun benar-benar ridlo.
"Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya."(QS. al-Bayyinah[98]: ayat 8)
Ridlo Allah adalah puncak tujuan ibadah dan beramal saleh, bukan mengharap dukungan dan pujian dari manusia. Semoga Allah membimbing hati kita untuk ikhlas beriman dan beramal saleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar